Kamis, 18 Desember 2014

Penyakit Pertusis (Bordetella pertusis)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya kami diberikan kesehatan serta kemampuan sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul “Penyakit Pertusis” dengan lancar tanpa halangan suatu apapun.
Dalam makalah ini penulis mengahrapkan agar makalah ini dapat di pergunakan oleh berbagai pihak terutama unutuk teman-teman sejawat serta dapat menjadi referensi pembuatan makalah tentang penyakit Pertusis selanjutnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Kendari    Desembar  2014

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum ditemukannya vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup tinggi.Ternyata 80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20% dari jumlah penduduk total.
Pertussis (batuk rejan) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi tenggorokan dengan bakteri ”Bordatella Pertussis”. Penyakit batuk rejan / juga dikenal sebagai ”Pertussis” atau dalam bahasa Inggris ”Whooping Cough” adalah satu penyakit yang menular. Pertussis bisa ditularkan melalui udara. Gejala awalnya mirip dengan infeksi saluran nafas atau lainnya yaitu pilek dengan lendir cair dan jernih, mata merah dan berair, batuk ringan, demam ringan. Pada stadium ini, kuman paling mudah menular. Setelah 1-2 minggu, timbullah stadium kedua dimana frekuensi dan derajat batuk bertambah. Stadium penyembuhan terjadi 2-4 minggu kemudian, namun batuk bisa menetap hingga lebih dari 1 bulan. Didunia terjadi sekitar 30-50 juta kasus pertahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus.
Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia dibawah 1 tahun. 90% kasus ini terjadi dinegara berkembang. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Bakterium Bordetella namun tidak jarang diakibatkan oleh Bordetella Parapertussis. Pertussis dikenal dengan batuk serius yang diakhiri bunyi apabila anak-anak bernafas. Ia juga disertasi dengan selema, bersin dan demam yang tidak begitu panas. Selain menyerang anak-anak batuk pertussis juga menyerang bayi berusia dibawah 1 tahun, ini disebabkan karena ia belum mendapatkan vaksin. Untuk itu anak-anak diberi vaksin DPT yang diberikan pada 2 bulan, 3 bulan dan akhirnya 5 bulan dari dosis tambahan pada usia 18 bulan. Vaksin ini berkisar selama 5 tahun. Penyakit ini lama-kelamaan dapat menyebabkan kematian. Sampai saat ini manusia dikenal sebagai satu-satunya tuan rumah dan penularannya melalui udara secara kontak langsung dari droplet penderita selama batuk. Merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat menimbulkan attack rate  sebesar 80-100% pada penduduk yang rentan, dengan pertama kali dikenali pada abad pertengahan (tahun 1640) oleh Guillaume de Baillou dan isolasi B. pertussis sebagai etiologi dilaporkan oleh Bordet dan Gengou pada tahun 1906. Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul ”Penyakit Pertusis”.
1.2  Rumusan msalah
1.      Apa definisi pertusis?
2.      Bagaimana etiologi terjadinya pertusis?
3.      Bagaimana manifestasi klinis dari pertusis?
4.      Bagaimana patofisiologi terjadinya pertusis?
5.      Apa saja Uji Laboratorium Diagnostik untuk Peyakit pertusis?
6.      Bagaimana pengobatan dan pencegahan dari pertusis?
1.3  Tujuan
1        Tujuan umum
Masyarakat mengetahui apa itu penyakit pertusis
2        Tujuan Khusus
Masyarakat mamapu untuk mencegah penyakit pertusis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
         
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. Penyakit saluran nafas ini  disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis quirita, whooping coagh, batuk rejan. Istilah pertussis (batuk kuat) pertama kali diperkenalkan oleh Sydenham pada tahun 1670. dimana istilah ini lebih disukai dari “batuk rejan (whooping cough)”. Selain itu sebutan untuk pertussis di Cina adalah “batuk 100 hari”.
Penyakit ini menimbulkan Serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising dan juga dengan suara pernapasan dalam bernada tinggi atau melengking.

2.2.  Etiologi

Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif, tidak  bergerak,  dan ditemukan  dengan  melakukan  swab  pada  daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000)
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1.         Berbentuk batang (coccobacilus).
2.         Tidak dapat bergerak.
3.         Bersifat gram negatif.
4.         Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5.         Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
6.         Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7.         Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin.
B.pertusis menghasilkan toksin dan substansi yang mengiritasi permukaan sel, menyebabkan batuk dan limfositosis yang nyata. Kemudian, mungkin terjadi nekrosis bagian epitelium dan infiltrasi polimorfonuklear dengan inflamasi peribronkhial dan pneumonia interstitial.

2.3  Manifestasi klinik

Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
1.         Stadium kataralis
a.  Lamanya 1-2 minggu
b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih.
1)    Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2)    Batuk dan panas ringan
3)    Anoreksia kongesti nasalis
c.  Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
d. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
3           Stadium paroksismal :  2-4 minggu
Jumlah dan berat batuk bertambah. Khas, ada ulangan 5-10 batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak yang menimbulkan “whoop” ( udara dihisap secara kuat melalui glotis yang sempit). Mukanya merah atau sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher selama serangan. Episode batuk-batuk yang paroksimal dapat terjadi lagi sampai obstruksi “mucous plug” pada saluran nafas menghilang. Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia pada kepala dan leher atau perdarahan konjungtiva. Emesis sesudah batuk dengan paroksimal adalah cukup khas sehingga anak dicurigai menderita pertussis walaupun tidak ada “whoop”. Anak tampak apatis dan berat badan menurun. Serangan-serangan dapat dirangsang dengan menguap, bersin, makan, minum, aktivitas fisik atau malahan sugesti. Diantara serangan penderita tampak sakit minimal dan lebih enak. “Whoop” dapat tidak ditemukan pada beberapa penderita terutama bayi-bayi muda.
3.    Stadium konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh pada minggu ke – 4 jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.

2.4 Patofisiologi

Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara aerobik pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan dengan faktor tikotinamid, asam amino untuk energi dan arang atau resin siklodekstrin untuk menyerap bahan-bahan berbahaya.
Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak darinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca penambahan aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan Fim3), dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase, dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakhea, faktor demonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan, menyebabkan cedera epitel lokal yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP
Jalur infeksi yang umum pada manusia adalah saluran intestinal (konsumsi susu yang terinfeksi), membran mukosa (droplet), dan kulit (kontak dengan jaringan binatang yang terinfeksi). Keju yang dibuat dari susu kambing yang tidak dapat dipasteurisasi biasanya sering menjadi sumber pembawa infeksi. Organisme tersebut berkembang dari jalan masuknya melalui aliran limfatik dan kelenjar getah bening regional, ke duptus torasik dan pendarahan, yang akan membawa organisme ini organ-organ parenkim. Nodule granulomatosa yang dapat berkembang menjadi bentuk abses pada jaringan limfatik, hati, limpa, sumsum tulang, dan bagian sistem retikuloendotelial lainnya. Pada lesi-lesi seperti itu, brusella secara prinsip berada intarselular. Kadang-kadang juga dapat teradi osteomielitis, meningitis, atau kolesistitis. Reaksi histologi utama pada bruselosis terdiri dari proliferasi sel mononuklear, eksudasi fibrin, nekrosis koagulasi, dan fibrosis. Granuloma terdiri dari sel epitel dan sel raksasa, dengan nekrosisi sentral dan ribrosis perifer.

2.5  Uji Laboratorium Diagnostik
Ada beberapa cara pemeriksaan penyakit pertusis di laboratorium yaitu:
1.    spesimen
pencucian nasal dengan larutan saline adalah spesimen yang dipilih. Usapan nasofaring atau droplet yang dikeluarkan dari batuk ke dalam “cawan batuk” yang dipegang di depan mulut pasien selama batuk paroksimal kadang-kadang digunakan tetapi tidak sebagus pencucian nasal dengan larutan saline,
2.    Uji Antibodi Flouresens (FA) Lagsung
Reagen FA dapat digunakan untuk memeriksa usapan neosafaring. Walaupun demikian hasil positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi. Sensitivitasnya sekitar 50%. Uji FA paling berguna dalam mengidentifikasi B.pertusis setelah biakan pada madia solid
3.    Biakan
Cairan hasil pencucian nasal dengan saline dibiakkan pada agar medium solid. Antibiotik di dalam media cenderung untuk menghambat flora respirasi yang lain tetapi memungkinkan pertumbuhan B.pertusi. organisme diidentifikasi dengan pewarnaan immunofluoresens atau dengan aglutinasi slide menggunakan antiserum spesifik.


4.    Reaksi Rantai Polimerase
PCR adalah metode yang paling sensitif untuk mendiagnosis pertusis. Primer untuk B.pertusis harus tercakup. Jika memungkinkan, uji PCR harus dapat menggantikan biakan dan uji flouresens antibodi langsung.
5.    Serologi
Uji serologi pada pasien mempunyai peran yang tidak begitu penting dalam membuat diagnosis karena peningkatan aglutinasi atau presipitasi antibodi tidak terjadi sampai minggu ketiga perjalanan penyakit. Serum tungal denga titer antibodi yang tinggi dapat berguna dalam mendiagnosis penyakit batuk lama, satu dari durasi beberapa minggu.
2.6    Pengobatan
B.pertusis sensitif terhadap beberapa antimikroba in vitro. Pemberian eritromisin selama fase kataral penyakit membantu menghilangkan organisme dan dapat bersifat profilaksis. Pengobatan setelah awitan fase paroksimal jarang merubah fase klinis penyakit. Inhalasi oksigen dan sedasi dapat mencegah kerusakan pada otak akibat anoksia.
Pengobatan : -    eritromisin : 50 mg/kg BB/hari selama 114 hari dapat mengeliminasi organisme pertussis dari nasofaring dalam 3-4 hari. Eritromisin biasanya tidak memperbaiki gejala-gejala jika diberikan terlambat.
-       Suportif : terutama menghindarkan faktor-faktor yang menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi
-       Oksigen diberikan pada distres pernapasan akut/kronik. - Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan pneumonia dan distres pernapasan.
-       Betametason dan salbutamol (albuterol) dapat mengurangi batuk paroksismal yang berat walaupun kegunaannya belum dibuktikan melalui penelitian kontrol.
-       Penekan batuk (“suppressants”) tidak menolong.






           
2.7  Pencegahan

1.    Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secarapasif:
a.        Secara aktif
1)        Dengan pemberian imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DPT tidak boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu. DPT-1 deberikan pada umur 2 bulan,DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DPT selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DPT-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DPT-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat ulangan DPT. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DPT diberika pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi anak sekolah(BIAS). Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1 bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi pada umur 2-4 minggu.
Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1.  Panas yang lebih dari 38 derajat celcius
2.  Riwayat kejang
3.  Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.
2)    Perawat sebagai edukator
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang mempunyai bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.
b.         Secara pasif
Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis. Ternyata eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.
2.    Pencegahan penyebarluasan penyakit dilakukan dengan cara:
    Isolasi:  mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak mendapatkan antibiotik.
    Karantina:   kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia <7 tahun, tidak diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada di tempat publik selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibiotic selama 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap.
    Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau ruangan yang terkontaminasi sekret pernapasan dari pasien pertusis






















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a.              Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi.
b.             Penyakitpertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis.
c.              Penyakit pertusis dapat dicegah dengan cara pemberian imunisasi DPT
3.2 Saran
Imunisasi sangat penting di berikan pada bayi karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap PD3I, jadi sebaiknya bayi harus diberikan Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIDL) tanpa ada yang terlewat.
















DAFTAR PUSTAKA
Arief Manjoer. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta: EGC
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. “Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15.” Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynnm E. dkk. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3”. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 1997. “Perawat Anak Sakit.” Jakarta: EGC.
Suryadi. 2010. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2”. Jakarta: CV Sagung Seto
Shehab, Ziad M. Taussig-Landau : Pediatric Respiratory Medicine. Missouri, USA. Mosby Inc. 2000. Chapter 42. h: 693-699.
Garna, Harry, Azhali M.S, dkk.  Ilmu Kesehatan Anak Penyakit Infeksi Tropik. Bandung, Indonesia. FK Unpad, 1993. h: 80-86.









2 komentar:

  1. Tahukah anda bahwa hewan laut bernama teripang emas ternyata memiliki banyak khasiat dan manfaat bagi kesehatan diantaranya adalah mampu dijadikan Obat Infeksi Pencernaan, Obat Bopeng, Obat Keloid, Obat Infeksi Paru paru, Obat Kusta Alami hal tersebut bukan tanpa bukti melainkan telah banyak orang yang meraskan khasiat dan manfaat luar biasanya.

    BalasHapus
  2. Your page is very good and very satisfying, I became interested.

    Komplikasi Gondok Beracun

    BalasHapus