KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya kami diberikan kesehatan serta kemampuan sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul “Penyakit Pertusis” dengan lancar tanpa halangan suatu apapun.
Dalam makalah ini penulis mengahrapkan agar makalah ini dapat di pergunakan oleh berbagai pihak terutama unutuk teman-teman sejawat serta dapat menjadi referensi pembuatan makalah tentang penyakit Pertusis selanjutnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Kendari Desembar 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum ditemukannya
vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup
tinggi.Ternyata 80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis,
sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20% dari jumlah penduduk total.
Pertussis (batuk
rejan) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi tenggorokan dengan
bakteri ”Bordatella Pertussis”. Penyakit batuk rejan / juga dikenal sebagai
”Pertussis” atau dalam bahasa Inggris ”Whooping
Cough” adalah satu penyakit yang menular. Pertussis bisa ditularkan melalui
udara. Gejala awalnya mirip dengan infeksi saluran nafas atau lainnya yaitu
pilek dengan lendir cair dan jernih, mata merah dan berair, batuk ringan, demam
ringan. Pada stadium ini, kuman paling mudah menular. Setelah 1-2 minggu,
timbullah stadium kedua dimana frekuensi dan derajat batuk bertambah. Stadium
penyembuhan terjadi 2-4 minggu kemudian, namun batuk bisa menetap hingga lebih
dari 1 bulan. Didunia terjadi sekitar 30-50 juta kasus pertahun, dan
menyebabkan kematian pada 300.000 kasus.
Penyakit ini
biasanya terjadi pada anak berusia dibawah 1 tahun. 90% kasus ini terjadi
dinegara berkembang. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Bakterium Bordetella
namun tidak jarang diakibatkan oleh Bordetella Parapertussis. Pertussis dikenal
dengan batuk serius yang diakhiri bunyi apabila anak-anak bernafas. Ia juga
disertasi dengan selema, bersin dan demam yang tidak begitu panas. Selain
menyerang anak-anak batuk pertussis juga menyerang bayi berusia dibawah 1
tahun, ini disebabkan karena ia belum mendapatkan vaksin. Untuk itu anak-anak
diberi vaksin DPT yang diberikan pada 2 bulan, 3 bulan dan akhirnya 5 bulan
dari dosis tambahan pada usia 18 bulan. Vaksin ini berkisar selama 5 tahun.
Penyakit ini lama-kelamaan dapat menyebabkan kematian. Sampai saat ini manusia dikenal sebagai
satu-satunya tuan rumah dan penularannya melalui udara secara kontak langsung
dari droplet penderita selama batuk. Merupakan salah satu penyakit yang paling
menular yang dapat menimbulkan attack rate
sebesar 80-100% pada penduduk yang rentan, dengan pertama kali dikenali
pada abad pertengahan (tahun 1640) oleh Guillaume de Baillou dan isolasi B.
pertussis sebagai etiologi dilaporkan oleh Bordet dan Gengou pada tahun 1906. Untuk
itulah kami menyusun makalah yang berjudul ”Penyakit Pertusis”.
1.2 Rumusan
msalah
1. Apa definisi pertusis?
2. Bagaimana etiologi terjadinya
pertusis?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari
pertusis?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya
pertusis?
5. Apa
saja Uji Laboratorium Diagnostik untuk Peyakit pertusis?
6. Bagaimana pengobatan dan pencegahan dari pertusis?
1.3 Tujuan
1
Tujuan umum
Masyarakat mengetahui apa itu penyakit pertusis
2
Tujuan Khusus
Masyarakat mamapu untuk mencegah penyakit pertusis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang
bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. Penyakit
saluran nafas ini disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain penyakit
ini adalah tussis quirita, whooping coagh, batuk rejan. Istilah pertussis
(batuk kuat) pertama kali diperkenalkan oleh Sydenham pada tahun 1670. dimana
istilah ini lebih disukai dari “batuk rejan (whooping cough)”. Selain itu
sebutan untuk pertussis di Cina adalah “batuk 100 hari”.
Penyakit ini menimbulkan Serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir
dengan inspirasi berbising dan juga dengan suara pernapasan dalam bernada
tinggi atau melengking.
2.2. Etiologi
Bordetella pertusis adalah
satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif, tidak
bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab
pada daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou.
(Arif Mansjoer, 2000)
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1.
Berbentuk
batang (coccobacilus).
2.
Tidak dapat
bergerak.
3.
Bersifat
gram negatif.
4.
Tidak
berspora, mempunyai kapsul.
5.
Mati pada
suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
6.
Dengan
pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7.
Tidak
sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
B.pertusis menghasilkan toksin dan substansi
yang mengiritasi permukaan sel, menyebabkan batuk dan limfositosis yang nyata.
Kemudian, mungkin terjadi nekrosis bagian epitelium dan infiltrasi
polimorfonuklear dengan inflamasi peribronkhial dan pneumonia interstitial.
2.3 Manifestasi klinik
Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau
lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
1.
Stadium
kataralis
a. Lamanya 1-2 minggu
b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala
infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu timbulnya rinore dengan lender
yang jernih.
1) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2) Batuk dan panas ringan
3) Anoreksia kongesti nasalis
c. Selama masa ini penyakit sulit dibedakan
dengan common cold
d. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang
hari menjadi semakin hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
3
Stadium paroksismal : 2-4 minggu
Jumlah dan berat batuk bertambah. Khas, ada ulangan
5-10 batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang
mendadak yang menimbulkan “whoop” ( udara dihisap secara kuat melalui glotis
yang sempit). Mukanya merah atau sianosis, mata menonjol, lidah menjulur,
lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher selama serangan. Episode
batuk-batuk yang paroksimal dapat terjadi lagi sampai obstruksi “mucous plug”
pada saluran nafas menghilang. Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia
pada kepala dan leher atau perdarahan konjungtiva. Emesis sesudah batuk dengan
paroksimal adalah cukup khas sehingga anak dicurigai menderita pertussis
walaupun tidak ada “whoop”. Anak tampak apatis dan berat badan menurun.
Serangan-serangan dapat dirangsang dengan menguap, bersin, makan, minum,
aktivitas fisik atau malahan sugesti. Diantara serangan penderita tampak sakit
minimal dan lebih enak. “Whoop” dapat tidak ditemukan pada beberapa penderita
terutama bayi-bayi muda.
3. Stadium
konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh pada minggu ke – 4
jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu
makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik
mulai menghilang. Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan
batuk lagi.
2.4 Patofisiologi
Bordella merupakan kokobasili
gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara aerobik pada agar darah
tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan dengan faktor
tikotinamid, asam amino untuk energi dan arang atau resin siklodekstrin untuk
menyerap bahan-bahan berbahaya.
Bordella pertusis menghasilkan
beberapa bahan aktif secara biologis, banyak darinya dimaksudkan untuk
memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca penambahan aerosol,
hemaglutinin felamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan Fim3),
dan protein permukaan nonfibria 69kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk
perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernafasan. Sitotoksin trakhea,
adenilat siklase, dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin
trakhea, faktor demonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan,
menyebabkan cedera epitel lokal yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan
mempermudah penyerapan TP
Jalur infeksi yang umum pada manusia adalah saluran intestinal (konsumsi
susu yang terinfeksi), membran mukosa (droplet), dan kulit (kontak dengan
jaringan binatang yang terinfeksi). Keju yang dibuat dari susu kambing yang
tidak dapat dipasteurisasi biasanya sering menjadi sumber pembawa infeksi.
Organisme tersebut berkembang dari jalan masuknya melalui aliran limfatik dan
kelenjar getah bening regional, ke duptus torasik dan pendarahan, yang akan
membawa organisme ini organ-organ parenkim. Nodule granulomatosa yang dapat
berkembang menjadi bentuk abses pada jaringan limfatik, hati, limpa, sumsum
tulang, dan bagian sistem retikuloendotelial lainnya. Pada lesi-lesi seperti
itu, brusella secara prinsip berada intarselular. Kadang-kadang juga dapat
teradi osteomielitis, meningitis, atau kolesistitis. Reaksi histologi utama
pada bruselosis terdiri dari proliferasi sel mononuklear, eksudasi fibrin,
nekrosis koagulasi, dan fibrosis. Granuloma terdiri dari sel epitel dan sel
raksasa, dengan nekrosisi sentral dan ribrosis perifer.
2.5 Uji Laboratorium Diagnostik
Ada beberapa cara pemeriksaan penyakit pertusis di
laboratorium yaitu:
1. spesimen
pencucian
nasal dengan larutan saline adalah spesimen yang dipilih. Usapan nasofaring
atau droplet yang dikeluarkan dari batuk ke dalam “cawan batuk” yang dipegang
di depan mulut pasien selama batuk paroksimal kadang-kadang digunakan tetapi
tidak sebagus pencucian nasal dengan larutan saline,
2. Uji Antibodi
Flouresens (FA) Lagsung
Reagen FA
dapat digunakan untuk memeriksa usapan neosafaring. Walaupun demikian hasil
positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi. Sensitivitasnya sekitar 50%. Uji
FA paling berguna dalam mengidentifikasi B.pertusis
setelah biakan pada madia solid
3. Biakan
Cairan hasil
pencucian nasal dengan saline dibiakkan pada agar medium solid. Antibiotik di
dalam media cenderung untuk menghambat flora respirasi yang lain tetapi
memungkinkan pertumbuhan B.pertusi.
organisme diidentifikasi dengan pewarnaan immunofluoresens atau dengan
aglutinasi slide menggunakan antiserum spesifik.
4. Reaksi
Rantai Polimerase
PCR adalah
metode yang paling sensitif untuk mendiagnosis pertusis. Primer untuk B.pertusis harus tercakup. Jika
memungkinkan, uji PCR harus dapat menggantikan biakan dan uji flouresens
antibodi langsung.
5. Serologi
Uji serologi
pada pasien mempunyai peran yang tidak begitu penting dalam membuat diagnosis
karena peningkatan aglutinasi atau presipitasi antibodi tidak terjadi sampai
minggu ketiga perjalanan penyakit. Serum tungal denga titer antibodi yang
tinggi dapat berguna dalam mendiagnosis penyakit batuk lama, satu dari durasi
beberapa minggu.
2.6 Pengobatan
B.pertusis sensitif
terhadap beberapa antimikroba in vitro.
Pemberian eritromisin selama fase kataral penyakit membantu menghilangkan
organisme dan dapat bersifat profilaksis. Pengobatan setelah awitan fase
paroksimal jarang merubah fase klinis penyakit. Inhalasi oksigen dan sedasi dapat
mencegah kerusakan pada otak akibat anoksia.
Pengobatan : - eritromisin
: 50 mg/kg BB/hari selama 114 hari dapat mengeliminasi organisme pertussis dari
nasofaring dalam 3-4 hari. Eritromisin biasanya tidak memperbaiki gejala-gejala
jika diberikan terlambat.
-
Suportif : terutama menghindarkan
faktor-faktor yang menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi
-
Oksigen diberikan pada distres
pernapasan akut/kronik. - Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan
pneumonia dan distres pernapasan.
-
Betametason dan salbutamol (albuterol)
dapat mengurangi batuk paroksismal yang berat walaupun kegunaannya belum
dibuktikan melalui penelitian kontrol.
-
Penekan batuk (“suppressants”) tidak
menolong.
2.7 Pencegahan
1.
Pencegahan yang
dilakukan secara aktif dan secarapasif:
a.
Secara aktif
1)
Dengan
pemberian imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DPT tidak
boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu. DPT-1 deberikan
pada umur 2 bulan,DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DPT
selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DPT-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DPT-5
pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat
ulangan DPT. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DPT
diberika pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi anak
sekolah(BIAS). Beberapa
penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur
1 bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih
awal lagi pada umur 2-4 minggu.
Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1. Panas yang lebih dari 38 derajat celcius
2. Riwayat kejang
3. Reaksi
berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik
lainnya.
2) Perawat sebagai edukator
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang
mempunyai bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.
b.
Secara pasif
Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis.
Ternyata eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.
2.
Pencegahan penyebarluasan penyakit dilakukan dengan
cara:
Isolasi: mencegah kontak dengan individu yang
terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya
mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara
lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak
mendapatkan antibiotik.
Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang
berusia <7 tahun, tidak diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak
boleh berada di tempat publik selama 14 hari atau setidaknya mendapat
antibiotic selama 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap.
Disinfeksi: direkomendasikan
untuk melakukan pada alat atau ruangan yang terkontaminasi sekret pernapasan
dari pasien pertusis
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
a.
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran
pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri
dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi.
b.
Penyakitpertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis.
c.
Penyakit pertusis dapat dicegah dengan cara pemberian
imunisasi DPT
3.2 Saran
Imunisasi sangat penting di berikan pada bayi karena
dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap PD3I, jadi sebaiknya bayi harus
diberikan Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIDL) tanpa ada yang terlewat.
DAFTAR
PUSTAKA
Arief Manjoer. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi III. Jilid II”. Jakarta: EGC
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. “Ilmu Kesehatan
Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15.”
Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynnm E. dkk. 1999. “Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3”.
Jakarta: EGC
Ngastiyah. 1997. “Perawat Anak Sakit.” Jakarta: EGC.
Suryadi. 2010. “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Edisi 2”. Jakarta: CV Sagung Seto
Shehab,
Ziad M. Taussig-Landau : Pediatric
Respiratory Medicine. Missouri, USA. Mosby Inc. 2000. Chapter 42. h:
693-699.
Garna,
Harry, Azhali M.S, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Penyakit Infeksi Tropik.
Bandung, Indonesia. FK Unpad, 1993. h: 80-86.
Tahukah anda bahwa hewan laut bernama teripang emas ternyata memiliki banyak khasiat dan manfaat bagi kesehatan diantaranya adalah mampu dijadikan Obat Infeksi Pencernaan, Obat Bopeng, Obat Keloid, Obat Infeksi Paru paru, Obat Kusta Alami hal tersebut bukan tanpa bukti melainkan telah banyak orang yang meraskan khasiat dan manfaat luar biasanya.
BalasHapusYour page is very good and very satisfying, I became interested.
BalasHapusKomplikasi Gondok Beracun